Pages

Tuesday, January 17, 2012

Present Perfect vs Present Perfect Continuous




Apa sebetulnya perbedaan antara Present Perfect dan Present Perfect Continuous tense.
Kalimat “Saya telah menunggu kamu selama satu jam” bisa dinyatakan baik dalam bentuk present perfect (I have waited for you for an hour) maupun present perfect continouous (I have been waiting for you for an hour). Lalu apa gunanya ada present perfect continous kalau sudah ada present perfect? 
Kedua tenses ini digunakan untuk menyatakan sebuah tindakan yang telah dilakukan di masa lalu dan masih sedang berlangsung atau baru saja selesai. Pada banyak kasus, kedua-duanya dapat digunakan dan saling menggantikan. 

Example:
·                  They have worked here for a long time
·                  They have been working here for a long time
·                  He has lived here for 10 years
·                  He has been living here for 10 years
Tetapi sering ada perbedaan makna diantara keduanya: 
Kita menggunakan Present Perfect utamanya untuk menyatakan bahwa sebuah tindakan telah selesai atau untuk menekankan hasil dari tindakan tersebut. Kita menggunakan Present Perfect Continuous untuk menekankan durasi atau waktu berkelanjutan dari sebuah tindakan.

Pada contoh berikut, yang ditekankan adalah hasil dari tindakan yang dilakukan, sehingga digunakan present perfect:
·         I have done my homework. (Maksudnya: pekerjaan rumah saya sudah selesai sekarang).
Sedangkan pada contoh berikut, yang ditekankan adalah durasinya, sehingga digunakan present perfect continuous:
·   I have been doing my homework. (Maksudnya: Pernyataan ini ingin menunjukkan bagaimana saya menghabiskan waktu saya. Tidak jadi masalah apakah pekerjaan rumah saya telah selesai sekarang atau belum).
Jadi, jika yang ingin ditekankan adalah aktivitas menunggunya maka digunakan present perfect:
·           I have waited for you
Akan tetapi, karena contoh yang diberikan oleh si penanya menggunakan waktu (for an hour) maka sudah barang tentu yang ingin ditekankan adalah durasi atau lamanya menunggu sehingga lebih tepat jika digunakan present perfect continuous:
·           I have been waiting for you for an hour.

Perbedaan lain adalah dalam hal hasil tindakan dan efek sampingnya. Jika ingin menekankan hasil tindakan digunakan present perfect dan untuk efek sampingnya digunakan present perfect continuous:
·           I have washed the car. (Hasil: mobilnya bersih sekarang)
·          (Why are you so wet?) – I have been washing the car. (Efek samping: Saya jadi basah ketika saya mencuci mobil. Tidak dipermasalahkan apakah mobilnya suda bersih atau belum).

Selain itu, jika sebuah tndakan masih sedang berlangsung dan kita ingin menyatakan bahwa tindakan itu merupakan tindakan permanen, maka kita biasanya menggunakan Present Perfect. Sedangkan untuk situasi yang sifatnya sementara, lebih cocok menggunakan Present Perfect Continuous. Akan tetapi ini bukan kaidah, tetapi hanya tendensi. 

Contoh:
Permanen:
·          Indra has lived in this town for 15 years. (Maksudnya: Dia telah menjadi penduduk permanen di kota ini).
Sementara:
·    Indra has been living here for a year. (Maksudnya: Situasi ini hanya sementara. Mungkin Indra adalah mahasiswa rantau yang hanya akan tinggal satu atau dua tahun di kota ini).
Sebagai tambahan, jika kalimat menggunakan kata “ever” atau “never”, maka digunakan bentuk present perfect.
·                  I have never met them.
·                  Have you ever heard that music?


Friday, January 13, 2012

Sosok ayah mempengaruhi intelegensi dan perilaku anak..


Sepertinya sudah menjadi sebuah kelaziman yang diterima secara umum, bahwa urusan mengasuh anak adalah urusan perempuan. Peran seorang ayah lebih banyak diakui sebagai pemimpin yang mengarahkan, sebagai kepala rumah tangga yang mencari nafkah, dll. Sebagian besar waktu seorang ayah dihabiskan hanya untuk mencari nafkah dan menyerahkan segala urusan mengasuh anak pada ibu atau pengasuh.
Belum lagi ditambah dengan maraknya kasus-kasus perceraian yang meningkatkan jumlah single parents di Indonesia yang umumnya kaum wanita. Jumlah perceraian di Indonesia semakin meningkat. Data Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung (Ditjen Badilag MA), kurun 2010 ada 285.184 perkara yang berakhir dengan perceraian ke Pengadilan Agama se-Indonesia. Angka tersebut merupakan angka tertinggi sejak 5 tahun terakhir (detikNews, 5/09/11). Jelas bahwa fenomena ini akan sangat mempengaruhi perkembangan emosional dan intelektual anak jika anak harus dibesarkan oleh salah satu orang tua biologisnya.
Sebuah laporan penelitian yang dilansir oleh situs science daily 31 Agustus 2011, meskipun baru sebatas uji coba teori pada hewan, tetapi usia ayah mempengaruhi kesehatan mental anak. Kali ini sebuah laporan penelitian juga memperlihatkan bahwa faktor ayah sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. “Ayah memberikan kontribusi penting dalam perkembangan perilaku dan kecerdasa anak-anak mereka” kata Erin Pougnet, seorang kandidat PhD di Universitas Concordia, Departemen Psikologi dan anggota dari Centre for Research in Human Development (CRDH).

“Dibandingkan dengan anak-anak lain dibesarkan tanpa ayah, anak-anak yang memiliki ayah yang aktif mengasuh anak-anak sejak usia dini dan menengah memiliki masalah perilaku buruk yang lebih sedikit dan kemampuan intelektual lebih tinggi. Tambah Pougnet.

Pengaruh patriarki
Budaya patriarki tidak selamanya buruk. Budaya patriarki pun membawa dampak positif bagi perkembangan emosional dan kecerdasan anak. “Terlepas dari apakah ayah tinggal bersama anak-anak mereka, kemampuan mereka untuk menentukan batas-batas dan struktur yang sesuai perilaku anak-anak mereka secara positif mempengaruhi pemecahan masalah dan penurunan masalah emosional, seperti sedih, terisolasi dari kehidupan sosial dan kecemasan,” lanjut Pougnet.
Penelitian tersebut melibatkan sebanyak 138 anak-anak dan orang tua dan dinilai oleh para peneliti dalam tiga sesi terpisah. Anak-anak yang digunakan sebagai sampel berusia antara 3 sampai 3 tahun dan  9 sampai 13-tahun. Mereka menyelesaikan tes kecerdasan, sementara ibu mereka menjawab kuesioner yang terkait dengan kondisi rumah dan beberapa konflik. Berdasarkan jumlah anak-anak yang direkrut, penelitian ini merupakan proyek penelitian Longitudinal yang terbesar di Corcordia dan lebih besar dibandingkan dengan sebuah studi antargenerasi diluncurkan pada tahun 1976.
Guru sekolah tempat anak-anak sampel  juga dilibatkan dalam penelitian sebagai pengamat perilaku anak di luar rumah. “Guru merupakan sumber agak lebih informasi yang lebih independen dari informasi yang diberikan oleh ibu, ayah atau anak-anak sendiri,” kata Pougnet,

Berpengaruh besar pada anak perempuan
Studi ini menemukan bahwa anak gadis yang paling terpengaruh karena ketidakhadiran seorang ayah, meskipun para peneliti mengingatkan bahwa ketidakhadiran ayah dapat memupuk masalah lain seperti kurangnya dukungan atau disiplin. “anak-anak perempuan yang dibesarkan tanpa dukungan dari seorang ayah selama masa kanak sampai masa remaja memiliki masalah emosional di sekolah yang lebih tinggi dibandingkan anak perempuan dibesarkan dengan adanya sosok seorang ayahnya” kata Pougnet.

Lisa A. Serbi, seorang profesor di Departemen Psikologi Concordia, dan juga tim penelitian mengatakan bahwa “studi kami meneliti peran ayah adalah faktor yang krusial dalam perkembangan anak-anak mereka, anak-anak tidak perlu melakukan sesuatu buruk tanpa ayah mereka. Ibu-ibu dan pengasuh lainnya juga penting tetapi tidak diragukan lagi bahwa ayah berdampak besar, meskipun ada pula anak yang tanpa kontak dengan ayah memiliki tingkat intelektual dan emosial yang baik pula”.

Penelitian ini didukung oleh Canadian Institutes of Health Research and the Social Sciences and Humanities Research Council of Canada.

Sunday, January 8, 2012

Untukmu Ibu Guru


Kepada Yth.
Ibu Guru
di
Nusantara

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh

Bu,
Aku bukan murid sempurna. Bukan murid impian semua guru. Aku bandel, pemberontak,
Bukan gadis sempurna, yang duduk diam, dengar apa kata gurunya. Ibu begitu baik. Mau sabar menghadapiku. Mau dengar apa saranku. Mau mengerti aku. Mau melihat masalah-masalahku dari ’kacamata anak-anak’-ku. Untuk pertama kalinya dalam dua belas tahun hidupku, aku merasa dihargai.Merasa diperlakukan sebagai seseorang, bukan sesuatu.
Dan untuk pertama kalinya, Ibu membuatku sadar bahwa aku istimewa.Sekolah memang bukan surga. Bukan tanah para peri. Bukan tempat di buku-buku cerita. Bukan tempat di mana semua impian jadi nyata dengan begitu mudah, aku harus kerja keras. Tapi Ibu menguatkanku, meyakinkanku bahwa aku pasti bisa. Meyakinkanku bahwa aku selalu bisa. Membuatku percaya bahwa aku dapat mengatasi segalanya. Mengajariku hal-hal yang tak pernah kutahu. Memberitahuku hal-hal ajaib yang ada di dunia ini. Mengajariku bahwa di dunia ini, ada namanya angka-angka, dan berbagai fakta itu, kadang buat aku kebingungan. Menyulitkan, tapi aku tahu Ibu akan selalu membuatnya jadi mudah. Aku tahu Ibu akan selalu ada di sampingku. Aku tahu Ibu tak akan pernah meninggalkanku sendirian. Aku tahu, bahwa aku bisa percaya pada Ibu.

Bu,
Ibulah Daedalus, sang tokoh dalam mitologi para Yunani, yang membuatkan sayap dari halaman-halaman buku dan lelehan lilin, untuk putranya Icarus,agar ia bisa terbang dan mengejar matahari.Icarus memang jatuh. Jatuh dan mati. Tapi aku tahu bahwa aku tak akan bernasib sama. Karena Ibu bukan hanya Daedalus. Ibu adalah sayap-sayap itu, sepasang sayap yang tak akan membiarkanku jatuh.Aku tak hanya akan mengejar matahari. Aku tak hanya akan menangkap bintang-bintang. Aku akan menjadi bintang itu sendiri, agar ibu tahu,ada satu bintang yang bersinar karena Ibu, bersinar hanya untuk Ibu.Bahwa bintang yang berkelap-kelip di atas sana itu, tak akan ada jika bukan karena Ibu. Aneh bukan? Bagiku mempercayai orang lain adalah sesuatu yang sulit. Maka, aku tak pernah bisa ’benar-benar percaya’ kepada seseorang. Tapi Ibu berbeda. Aku dapat dengan mudah mempercayai Ibu. Karena Ibu tak pernah menyerah menghadapiku. Ibu tak akan pernah pudar. Dan aku tahu bahwa ibu juga percaya padaku.

Bu,
Aku hanya ingin bilang terima kasih. Terima kasih karena sudah sabar menghadapiku. Terima kasih karena sudah mau dengar apa saranku. Terima kasih karena sudah mengerti aku. Terima kasih karena sudah mau melihat dari sudut pandangku, dari kacamata buram seorang anak kecil. Terima kasih karena sudah membuatku percaya pada Ibu. Terima kasih karena sudah menjadi sayap yang membawaku terbang, dan menangkapku,  ketika aku jatuh.Tapi aku juga ingin minta maaf. Karena surat ini, telah ditulis dari mata seorang bocah dua belas tahun. Tanpa kalimat-kalimat para penyair. Tanpa puji-pujian setinggi langit biru di atas kepala kita. Karena ini surat dariku. Surat seorang bocah dua belas tahun, yang hanya ingin berterimakasih pada gurunya.

Bu,
Maafkan aku ya, Bu. Karena aku bukan murid sempurna, putih tanpa dosa. Karena aku, telah berjuta kali membuatmu lelah, membuatmu bingung dan putus asa.
Aku ingin buat Ibu bangga. Aku ingin Ibu melihatku, satu hari nanti, dan berkata,
”Itulah muridku.”
Dan Ibu akan tersenyum, tersenyum karenaku, dan melambai padaku dengan caramu. Menatapku dengan sorot mata itu, sorot mata yang mengatakan ’aku bangga padamu’ ketika aku akhirnya meraih puncak tertinggi.
Gantungkan cita-citamu setinggi langit. Ibu telah mengajariku itu dari dulu. Ibu memberitahuku bahwa tak ada cita-cita yang terlalu tinggi. Jika aku memanjat dan belum sampai juga ke cita-citaku, boleh kan aku pakai tangga, Bu?

Bu,
aku janji. Kalau nanti aku berhasil jadi dokter, itu semua karena Ibu. Jadi Ibu tinggal datang ke klinikku dan bilang namaku, dan aku akan mengobati Ibu dengan senang hati (Tentu lebih baik kalau Ibu sehat selalu, tapi aku akan tetap pegang janjiku).
Karena tanpa Ibu, aku tak akan jadi siapa-siapa, tak akan mungkin bisa menulis surat ini.
Meski aku bukan murid sempurna. Bukan murid impian semua guru. Meski aku bandel, pemberontak,
Bukan gadis sempurna, yang duduk diam, dengar apa kata gurunya.

Magister bonus habeo.
Aku punya guru yang sempurna.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Penulis adalah juara I Lomba Menulis Surat Untukmu Guru. Pada acara “Diskusi Publik Memperingati Hari Guru” yang diselenggarakan oleh DPP PKS, tanggal 27 November 2010
 
Share